Monday, November 10, 2008

Lutfi Hidayat, Guru Honorer


Rumah sederhana di Perumahan Citra Surodinawan Kota Mojokerto, Jawa Timur, menjadi tempat tinggal Lutfi Hidayat. Guru tidak tetap yang gemar menanam bunga ini optimistis dirinya akan terpilih menjadi anggota DPRD Kota Mojokerto dari Partai Karya Perjuangan pada pemilu 2009.

Pria yang juga membuka usaha pengetikan ini berani menjadi calon legislatif (caleg) untuk mematahkan dominasi elit politik. Lutfi juga ingin menyuarakan aspirasi guru tidak tetap. Agar terpilih nanti, Lutfi mengaku telah menggalang dukungan dari sejumlah organisasi massa dan komunitas guru tidak tetap.

Meski berstatus partai kecil, Lutfi mengklaim Partai Karya Perjuangan sudah memiliki sekitar seribu anggota terdaftar di Kota Mojokerto. Ia yakin partai yang mendukungnya akan memenangkan pemilihan caleg.(DOR)

sumber: www.metrotvnews.com

Wakil Raykat


Singkatnya waktu penetapan dan jadwal pendaftaran calon legislatif atau caleg untuk Pemilu 2009, menyibukkan parpol yang telah lolos verifikasi KPU. Akibatnya, terjadi fenomena adanya sejumlah parpol yang kesulitan menjaring caleg yang berkualitas dan loyal, terutama parpol baru. Sejumlah parpol melakukan berbagai macam cara untuk menyiasatinya. Kesan dan kekhawatiran yang muncul, parpol melakukan kaderisasi asal comot atau asal-asalan menjaring caleg demi memenuhi target waktu.

Misalnya, demi memenuhi kewajiban kuota caleg perempuan sebesar 30 persen. Dua tamu Kick Andy episode ini, Budhiastuti dan Titik Farhati adalah dua caleg yang “ditengarai” direkrut demi syarat itu. Budhiastuti atau Tuti, adalah caleg dari partai PNI Marhaenisme untuk DPRD Tingkat I Sulawesi Selatan. Tuti yang sehari-hari adalah seorang sales promotion girl atau SPG ini, mengaku berinisiatif untuk mendaftarkan diri sebagai pengurus dan caleg, bukan direkrut oleh PNI Marhaenisme. Pengalaman berorganisasi di kampus Universitas Muslim Indonesia Makassar, serta di sebuah event organizer setempat mendorongnya untuk terjun ke politik. “Misi saya adalah untuk memperjuangkan kaum perempuan dan kaum muda” kata Tuti mengakhiri orasinya.

Sementara Titik Farhati, adalah caleg Partai Hanura untuk DPRD Tingkat I DI Yogyakarta. Titik adalah ibu rumah tangga biasa, yang kebetulan pernah aktif dalam organisasi kampus semasa kuliah dulu. Menurutnya, dunia politik kampus dan politik masyarakat sama saja, yang berbeda adalah idealisme saja. Bermodalkan pengalaman sebagai aktivis kampus dan mengurus rumah tangga, Titik berkeyakinan akan mampu memperjuangkan idealismenya. Saat ditanya tentang kejamnya dunia politik, dengan spontan setengah berkampanye Titik menjawab” Semua itu kan tergantung hati nurani masing-masing politikus saja”.

Sedangkan susahnya mencari caleg yang berkualitas dan melek politik, merupakan salah satu pendorong majunya Lutfi Hidayat ke bursa caleg di Mojokerto Jawa Timur. Lutfi, guru tidak tetap dan honorer ini, maju sebagai caleg Partai Karya Perjuangan tingkat DPRD kota Mojokerto. Sebagai ketua DPK PKP Mojokerto, Lutfi mengaku kebanyakan kader partainya masih awam politik. Karena dikejar batas waktu penetapan dan tak jua mendapatkan caleg yang “berkualitas”, Lutfi akhirnya mendaftarkan dirinya sendiri sebagai caleg nomor urut satu. Mengaku juga masih awam politik, Lutfi berkeyakinan politik bisa dipelajari. Bagi Lutfi, yang penting adalah bahwa dia mengerti akar persoalan di masyarakat yang sering dilupakan dan tak dipahami oleh para politikus sejati itu sendiri.

Mewakili kaum masyarakat kelas bawah dengan profesi informal, adalah Danial Fransisco Lolo dan Edi Bonetski. Danial Fransisco Lolo adalah agen dan penjual teh botol kaki lima di kawasan Kuningan Jakarta. Berbekal 3.000-an tanda tangan pendukungnya dari kalangan pedagang kaki lima se-Jabodetabek, Lolo memberanikan diri mendaftar sebagai calon anggota DPD DKI Jakarta.

“Pedagang kaki lima sesungguhnya adalah bagian paling ujung terpenting dari rantai industri nasional. Tapi seringkali peran keberadaannya itu dilupakan oleh pemerintah. Masalah inilah yang akan saya perjuangkan di Dewan Perwakilan Daerah nantinya” tutur Lolo dengan serius. Lolo bahkan sampai merasa perlu menggunakan seorang manajer humas. Tak tanggung-tanggung, seorang Franky Sahilatua didaulatnya menjadi PR Manager-nya. Franky melihat, bahwa Lolo bisa menjadi sosok yang mampu mengakomodasi aspirasi kaum pinggiran, sebagaimana yang selalu dia suarakan dalam karya-karyanya selama ini.

Senada dengan Lolo adalah Edi Bonetski yang seorang musisi jalanan atau pengamen. Pengamen bernama asli Herdi Aswarudi ini, merupakan calon anggota legislatif DPR RI mewakili daerah pemilihan Banten dari Partai Bulan Bintang. Bahkan selain Edi, masih ada tujuh orang rekannya sesama musisi jalanan yang juga dicalonkan PBB sebagai bakal anggota legislatif untuk tingkat DPR dan DPRD. Penuh optimis, Edi bercita-cita untuk bisa mengangkat derajat kalangan masyarakat bawah, termasuk pengamen untuk bisa lebih layak dan makmur. Dia sudah muak, selama ini hanya dimanfaatkan oleh para elit parpol sebagai obyek atau dagangan kampanye. Padahal menurutnya, amanah untuk memperjuangkan kaum miskin telah tercantum dalam UUD pasal 34. Kini saatnya, dia merasa bisa menyuarakan langsung nasib kaum kecil yang terpinggirkan.

Melihat tren dan fenomena seperti di atas, pengamat politik Sukardi Rinakit berpendapat memang hal ini sudah menjadi konsekuensi. Konsekuensi karena banyaknya parpol baru yang terbentuk atau didirikan berdekatan dengan pemilu. Akibatnya, parpol tidak punya cukup waktu untuk mempersiapkan dan menjaring kader-kader berkualitas yang akan mewakilinya di parlemen. Padahal, anggota legislatif seharusnya adalah orang-orang yang punya kemampuan berpolitik, intelektualitas memadai serta menguasai bidang politik, ekonomi, sosial, hukum dan sebagainya. Namun bagi Sukardi Rinakit, bisa juga ini adalah berkah tersembunyi. Menurutnya justru tamu-tamu Kick Andy yang notabene masih buta politik ini, adalah orang-orang yang benar-benar tahu akar permasalahan rakyat di bawah. Soal politik dan konsep demokrasi, tinggal dibimbing dan dilatih, supaya kemampuan politik dan legislasi mereka lebih memadai, jika terpilih.

Benarkah mereka adalah kader-kader parpol yang asal comot dan tak bekualitas karena apolitik? Akankah mereka dipercaya oleh rakyat untuk mengemban amanah di parlemen? Benarkah justru merekalah berkah-berkah tersembunyi yang akan mampu mengubah peta politik, sistem demokrasi dan akhirnya arah pembangunan bangsa ini nantinya? Waktu yang akan bicara.

sumber: http://www.kickandy.com/

Caleg-Caleg Miskin

Ya,menjelang pemilu 2009, lahirnya banyak partai ternyata memberi berkah pula pada segelintir orang yang sebelumnya "gak terpikir" akan masuk menjadi calon anggota legislatif (caleg). Apa itu? Saat ini ada caelg yang latar belakangnya begitu berbeda, misalnya ada seorang pedagang siomay yang menjadi caleg. Ada juga seorang satpam yang juga menjadi caleg dari salah satu partai.

Fenomena ini bisa saya bilang sebagai caleg-caleg miskin, karena mereka tidak seperti caleg-caleg sebelumnya yang bermodalkan harta dan pengaruh kuatnya di partai politik. Semoga saja caleg-caleg ini bisa mengisi kekosongan "aspirasi" dari kalangan yang terpinggirkan. Amien.